Niatnya Mau Bersihin Muka, Andari Malah Tertipu Kosmetik Palsu

Niatnya Mau Bersihin Muka, Andari Malah Tertipu Kosmetik Palsu
Niatnya Mau Bersihin Muka, Andari Malah Tertipu Kosmetik Palsu
Jakarta - Andari (25) menunjukkan bopeng-bopeng hitam di muka. Bekas iritasi akibat sembarangan pakai krim wajah. Selama satu tahun ia memakai krim perawatan yang dijual bebas secara online. Memang, pada awalnya, krim itu bekerja cepat memuluskan wajah. Namun, saat pemakaian dihentikan, wajahnya menjadi lebih kusam dari sebelumnya.

“Waktu itu beli dari langganannya temen, tertarik karena lihat muka temenku mulus banget. Terus harganya juga lumayan murah,” katanya Seperti Yang di Kutip Kepada Tirto.id.

Andari mengaku membeli produk perawatan wajah yang terdiri dari sabun, krim malam, dan krim siang seharga Rp 150 ribu. Produknya tak bermerk, wadahnya juga tak mencantumkan izin BPOM. Tekstur krimnya lengket, berwarna kuning keemasan untuk krim pagi, dan putih mengkilat untuk krim malam. Transaksi yang dilakukan juga cukup mudah. Cukup memesan via online dan produk diantar jasa ekspedisi.

Ia tak sadar kulit wajahnya terpapar zat-zat berbahaya, hingga setahun kemudian Andari lupa membawa produk perawatan saat pulang kampung selama dua minggu. Ketika itulah masalah mulai muncul. Kulit mukanya jadi bermasaah dan tak cocok memakai produk perawatan lain.

Saat mencuci wajah, kulit mukanya malah terasa kaku, kering, dan perih. Jerawat mulai muncul saat hari ketiga Andari absen mengenakan krim wajah. Semakin hari, jumlahnya semakin banyak, ia kelimpungan dan memutuskan pergi ke dokter kulit setempat.

“Saat pemeriksaan, dokternya bilang ini efek samping krim terdahulu,” ujarnya.

Andari, hanya salah satu korban dari peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya. Di negara ini, kosmetik ilegal dan berbahaya sangat mudah ditemukan, terutama lewat jalur perdagangan online. Baru-baru ini, Kompas.com mewartakan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap pemilik tempat produksi kosmetik palsu di Jakarta Utara.

Dalam penggeledahan, ditemukan produk kosmetik palsu tanpa izin edar BPOM. Di antaranya ada minyak bulus putih yang terbuat dari minyak sayur. Lalu, krim ketiak dari lotion putih, gingseng hair tonic dari air dan pewarna makanan. Kristal sabun yang terbuat dari bahan sabun cair, kristal toner berbahan air, kolagen masker badan yang berbahan lotion putih, serta Grow Up Super dari minyak ikan.

Dalam memproduksi kosmetik tersebut, tersangka mengeluarkan modal sebesar Rp30 juta. Per bulannya ia bisa mengantongi laba sebesar Rp 25 juta. Kosmetik tersebut dijual kepada sales dan dikirim dengan ekspekdisi ke Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Lampung.

Edukasi Kosmetik Berbahaya

Perubahan paradigma “cantik” adalah kulit putih, rambut lurus, dan tinggi semampai menyebabkan kebutuhan besar terhadap kosmetik. Harapannya bisa menjadi seperti konsep yang dibentuk lingkungan. Sehingga mengakibatkan remaja putri konsumtif terhadap kosmetik guna merombak penampilan wajah, rambut, dan tubuh. 

Dokter spesialis kulit di Rumah Sakit Siloam, dr. Melyawati Hermawan, Sp.KK menyarankan konsumen sebaiknya memilih produk dengan izin edar BPOM. Sebab, dengan begitu, mereka tak perlu repot mencari kandungan kosmetik tersebut. Sehingga risiko terpapar zat berbahaya bisa diminimalisir.

Ia memprediksi peredaran kosmetik palsu dan ilegal di Indonesia sangat massif. Sebab banyak penjual memasarkan produknya secara jor-joran lewat pasar online. Selain itu, pola konsumsi masyarakat Indonesia masih berpatokan pada harga murah. 

“Banyak yang pilih online karena lebih irit, tak perlu bayar konsultasi dokter, datang ke klinik, kena macet jalanan. Itu hal menggiurkan buat konsumen,” katanya kepada Tirto.

Padahal, pemakaian kosmetik tak melulu harus didahului konsultasi dokter. Konsultasi dengan dokter hanya disarankan bagi orang dengan kriteria kulit bermasalah seperti memiliki flek, jerawat, dll. Namun, jika kulit tidak bermasalah, Anda cukup memakai produk kosmetik yang beredar di pasaran.

Melyawati kemudian meluruskan salah persepsi di masyarakat tentang ketergantungan kosmetik. Persepsi “ketergantungan” dianggap tak tepat, karena fungsi memakai krim perawatan memang untuk memaksa kulit beregenerasi. Jika tak beregenerasi, kulit akan kusam karena sel mati menumpuk di permukaan kulit. Maka, pemakaian produk perawatan harus terus dilakukan suntuk mempertahankan regenerasi kulit.

“Konsumen mesti cerdas, harus tahu memilih kosmetik yang baik. Kalaupun beli online pastikan [ada nomor] registrasi dari BPOM,” pungkasnya. 

Namun, faktanya, penjualan kosmetik palsu dan ilegal berjaya. Apalagi iming-iming yang ditawarkan membikin konsumen tergiur: jadi putih, jadi awet muda, dan seterusnya. 

Meski cakupannya lokal, penelitian Bidan Tringani Damanik, dkk pada siswi di 12 sekolah Kota Ambon bisa menunjukkan persepsi konsumen. Penelitian ini melibatkan 246 siswa dari enam SMA negeri dan 148 orang dari 6 SMA swasta. Total responden sebanyak 394 orang dengan usia di atas 17 tahun sebanyak 68,8 persen, dan yang di bawah 17 tahun sebanyak 31,4 persen .

Remaja Putri di Kota Ambon umumnya memiliki kulit berwarna kecoklatan. Namun, paradigma cantik yang dibentuk publik membuat mereka ingin merombak penampilan wajah, rambut, dan tubuh. 

Hasil survei pada 394 orang siswi yang boleh memilih lebih dari satu pilihan jawaban, menunjukkan sebanyak 76,6 persen menggunakan kosmetik untuk menghaluskan kulit. Lalu 69 persen memakai kosmetik untuk mengharumkan, 62,7 persen untuk menghilangkan jerawat/komedo, dan 55,1 persen untuk memutihkan badan/muka.  

Kebutuhan yang meningkat terhadap kosmetik ini kemudian dimanfaatkan oleh produsen “nakal” demi memperoleh untung besar. Mereka memproduksi kosmetik palsu, dengan keamanan yang diragukan dan berbahaya bagi kesehatan.

Hasil survei menyatakan sebanyak 57,9 persen siswi pernah mengalami masalah kulit setelah menggunakan kosmetik. Di antaranya adalah jerawat berlebihan, flek noda hitam, gatal pada kulit muka/badan, kulit terkelupas, kulit kemerahan dan rasa terbakar, gatal pada ketiak, bahkan ada yang mengalami pembengkakan wajah. 

Namun, kurangnya edukasi membuat mereka mengabaikan masalah kulit tersebut. Mereka menganggapnya sebagai efek samping kosmetik yang tidak berbahaya. Iritasi kulit dipersepsikan sebagai reaksi kerja kosmetik sebelum membuat kulit jadi putih dan halus. Mereka beranggapan kosmetik baru berbahaya ketika ia menimbulkan flek/noda hitam dan banyak jerawat. 


-  TIRTO  -
Sign out
Baca Juga ×
Diberdayakan oleh Blogger.